Senin, 29 Oktober 2012

Idul Adha Kali Ini

Idul adha ini nggak semeriah seperti yang saya ekspektasikan, tahun-tahun lalu juga sih, tapi itu biasanya karena penentuan tanggal hijriahnya nggak sama antara pemerintah, kementerian agama lah khususnya, dengan Muhammadiyah, organisasi agama yang diikuti keluarga saya selama ini. Tahun ini nggak tau kenapa, tapi rasanya idul adha nya sunyi. Halaman mesjid sebelah rumah yang harusnya ramai malah cuma terisi separuhnya, plus cuaca yang mendung sejak subuh pagi, jadi aura lebarannya tuh nggak semangat.

Bicara idul adha, seharusnya kita memaknai benar maknanya, adha berarti menyembelih, atau telah menyembelih. Apa yang disembelih? Hewan ternak. Kurban lebih pamor nya di kalangan kita. Sejarah penyembelihan hewan ternak ini dimulai sejak zaman nabi Ibrahim as yang diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih anaknya Ismail as yang kemudian dengan kuasa-Nya nabi Ismail digantikan menjadi seekor domba.

Kenapa kita sebut kurban? Karena yang disembelih adalah hewan ternak, sebagian dari harta yang kita cintai, kata khatib sholat kemarin sih. Allah tau bahwa manusia sangat mencintai dunia dan harta yang dimilikinya, makanya kewajibannya disebut kurban. Sama seperti kita mencintai seseorang, lalu kita harus merelakan orang tersebut, namanya kita mengurbankan kan, kurban perasaan, hahaha.

Di mesjid sebelah rumah, hewan kurbannya 6 ekor sapi sama 4 ekor kambing. Diliat dari jumlahnya sih lumayan ya, tapi kalau diliat dari perbandingannya dengan jumlah jamaah yang ada itu dikit banget. Masih banyak yang belum mampu mungkin ya, atau pada kurban di tempat lain. Padahal ya (kata Pak Khatib lagi) menyisihkan harta untuk berkurban itu nggak bakal buat kita miskin, malah pahalanya banyak banget, sebanyak bulu di hewan yang dikurbankan, itung noh sana berapa banyak bulunya kalo bisa.

kemeriahan idul adha kali ini bertambah pas belum selesai nyembelih semua kurban tapi ujan udah turun deras, jadi kucar-kacir petugasnya, Alhamdulillah kurban yang kelompok saya udah disembelih, jadi saya bisa lari kerumah, lalu tidur, hehe.


"Dan dirikanlah sholat, dan berkurbanlah. (al Kautsar ayat 2)"

Rabu, 17 Oktober 2012

Trip to Tuk-Tuk

Kesempatan datang berkali-kali bagi yang menjadikannya kesempatan, misalnya minggu lalu, saya dan teman-teman kerja sekantor diundang ke resepsi pernikahan salah satu pegawai di Pematang Siantar yang jaraknya 3-4 jam lewat darat dengan kecepatan 60-80 km/jam, rasanya sia-sia perjalanan segitu lama cuma buat undangan setengah jam lalu balik lagi kerumah. Jadi dengan didukung orang-orang sevisi saya dan berenam rekan kerja merencanakan untuk melanjutkan perjalanan ke danau toba, tempat wisata terdekat dari tempat resepsi. Pada tau kan ya danau toba? Kalau nggak tau googling dulu deh.
Pagi itu, sabtu 6 oktober 2012 saya dan Tomi, teman sekelas masa SMP saya yang baru saya temukan lagi, berangkat dari Binjai. Buat yang belum tau, Binjai itu ada diujung kalo lihat di peta provinsi Sumatera Utara ya. Perjalanan menuju ke kota Medan, menjemput satu-persatu teman sevisi yang udah direncanain. Kira-kira jam 10 lewat kami start perjalanan ke Siantar dari Medan.

Bagian Medan-Siantarnya saya skip aja ya, nggak ada yang penting kecuali jalanan disini yang mulus, nggak seperti yang dibayangkan teman-teman kuliah saya dulu kalau di luar pulau Jawa itu aksesnya nggak bagus.

Sampai di Siantar kami ke tujuan utama, kondangan :) Ini kali pertama saya hadir ke resepsi orang Batak dengan pesta adat. Nggak ngikutin pesta adatnya sih karena tamu khusus rekan kerja dipisahin gedungnya, tapi rasanya ribet gitu karena pengantinnya harus ngikutin acara adat di gedung sebelah terus jalan lagi ke gedung sebelahnya buat diucapin selamat sama teman-temannya, terus balik lagi ke gedung yang tadi karena acara adatnya belum selesai. Duh, nggak lecet apa itu kaki ya bolak-balik. (Emang situ Mi nggak bisa pake high heels! :p)

Abis dari resepsi kami berniat ninggalin Siantar langsung ke Danau Toba, tapi berhubung hujan dan formasi di mobil nggak pas, singgahlah kami ke vihara avaloeblablabla (nggak tau deh namanya apa, ribet), proses ngedapetin posisi viharanya juga susah. Oh ya saya mau berpesan, kalo kalian travelling rame-rame ke tempat yang nggak ada satupun dari kalian yang tau posisinya, gunakanlah teknologi yang ada, cari pastinya alamat yang mau dikunjungi, terus cari di peta. Jangan sok pintar kalo nggak bisa baca peta arahnya kemana, mending tanya sama penduduk sekitar, daripada waktu kalian habis buat muter-muter sok tau dimana letaknya.

Viharanya nggak terlalu mencolok warnanya kayak di Taman Lumbini Berastagi, malah kesannya baru selesai dibangun karena masih banyak yang belum di cat, masih asli polesan semen. Apa istimewanya vihara itu? Disitu ada patung Dewi Kwan In, yang di film Kera Sakti itu loh, dengan posisi berdiri tegak, berukuran raksasa. Kurang tau pastinya berapa meter, tapi mungkin lebih dari 10 meter sampai-sampai dari tengah kota Siantar ternyata kelihatan patung itu (ini baru sadar pas di jalan pulang lagi ke Medan, parah!).




Dari vihara barulah kami menuju Danau Toba dengan formasi isi mobil berubah, saya pindah ke jok paling belakang karena ukuran badan paling mini. Jalan ke Prapat lebih asyik dari sebelumnya, di kanan kiri jalan yang dilihat pepohonan, hijau, sunyi, sejuk. Mendekati Prapat jalannya mulai berkelok-kelok dengan pemandangan jurang di sebelah kanan, lalu Danau Toba, rindu lautnya langsung terobati saya begitu melihat air Danau Toba yang luasnya sampai dinikmati 8 kabupaten. Di Prapat kami langsung menuju Ajibata, penyebrangan kapal fery yang bisa angkut mobil. Was-was banget karena kami sampai di Prapat kesorean, takut ketinggalan fery, tapi Alhamdulillah ya, sesuatu, mobil kami terangkut juga, penumpang terakhir. Penyebrangan Prapat ke Pulau Samosir kira-kira 45 menit, biar nggak bosan kami main UNO di kapal, eh malah diliatin orang-orang karena aneh kali wanita-wanita berjilbab duduk ngeleseh di samping mobil main kartu, bubar deh.

Hari udah gelap pas kami sampai di pelabuhan Tomok, pulau samosir. Next stop nya penginapan di desa tuk-tuk, tadi di jalan sih mau booking eh tapi udah penuh, jadi sampai tuk-tuk kami nyoba langsung ke penginapannya mana tau ada kamar kosong karena menurut teman kami yang pernah kesini sebelumnya ini penginapan paling bagus didaerah Tuk-tuk, dan lagi-lagi Alhamdulillah ya kami dapet 2 kamar deluxe kosong buat berdelapan, kami pendatang yang check in terakhir. Allah bersama para pelancong yang nekat :D



Karena udah malam dan nggak bisa jalan kemana mana akhirnya selesai makan malam di Rumah Makan Muslim di depan penginapan yang didatangin pake mobil karena nggak tau jauh apa nggaknya, kami main UNO lagi di teras, siapa yang kalah dicoret mukanya pake lipstick, saya berhasil menjaga perawatan wajah karena dibantu abang sebelah biar menang. Permainan berhenti setelah penjaga penginapan minta tolong kami buat kontrol suara, hahaha, keasyikan main sampe nggak kerasa udah tengah malam ternyata.

Pagi-pagi butanya -buat saya setidaknya karena biasanya hari minggu itu leyeh-leyeh dikamar sampe matahari tinggi- kami semua udah mandi. Liburannya singkat jadi sayang gitu waktunya kalo kebuang. Terus turun ke halaman penginapan yang langsung Danau Toba, bagus deh penginapannya, menjual banget view-nya, tamannya diatur sedemikian rupa biar pengunjung betah disitu, buat yang beruntung teras kamarnya malah bisa langsung liat danau toba tanpa terhalang bangunan.

Lalu kami ke penyewaan sepeda, olahraga gowes sejenak niatnya. Senengnya bukan main awalnya naik sepeda lagi di cuaca dingin-dingin empuk begitu, pas dijalanin baru deh kerasa kakinya tremor kanan kiri, gile sirkuitnya naik turun cyiiinnnn, pas turunnya sih asik pas naik ini, mana sepedanya nggak semuanya bagus lagi kondisinya, terpaksa turun ngedorong-dorong sepeda karena nggak kuat. Rencana naik sepeda dua jam pun disingkat jadi setengah jam. Segitupun udah cukup ngilangin kepenatan kerja loh ya, kapan lagi bisa naik sepeda sambil liat danau, kena angin segar, nggak ada beban pikiran coba?




Sampai penginapan kita semua nyebur ke Danau Toba. Ini pertama kalinya loh saya nyebur, walaupun udah berkali-kali ke dantob, biasanya paling banter cuma main bebek-bebekan yang di dayung itu. Airnya dingiiiiinnnn banget, karena anginnya kencang sepertinya, saya cuma tahan 15 menit di air, yang lain karena bisa berenang malah lanjut ke dermaga terapung yang jaraknya 15 meter dari darat. Sebelumnya malah ada adegan naik kano berdua pula teman saya sampai ke dermaga terapung itu.
Kelelahan sampai di tengah dan males berenang balik ke darat, meraka malah nawar harga ke bapak penjaja jasa speedboat. Jadilah kami semua naik speedboat keliling pinggiran pulau samosir, ngeliatin penginapan-penginapan lain yang juga nawarin view danau ke pengunjungnya, nyapa-nyapa pengemudi jetski, dadah-dadah nggak jelas ke orang-orang yang ngeliatin kita, dan akhirnya di jalan pulang malah salah satu dari kami nyetirin speedboat nya balik ke penginapan, bapak yang punya speedboat asik nongkrong di depan ngeliatin pemandangan.









Begitu aja liburan kami udah mau selesai, hari minggu jadwal penyebrangan penuh, mana seninnya harus kerja lagi kan jadi selesai main air langsung packing siap-siap pulang. Di pelabuhan tomok kami harus rela nunggu penyebrangan sejam setelahnya, sambil nunggu kami wisata dulu ke makam raja sidabutar yang nggak jauh dari situ, ke patung sigale-gale yang kalo pas beruntung bisa liat dia nari, ke pasar tomok yang jual banyak souvenir khas danau toba. Wisata kuliner? Disini nggak begitu bagus wisata kulinernya buat yang muslim karena mayoritas Batak yang beragama Kristen sehingga agak ragu makan di tempat yang nggak ada label muslimnya.




Liburan kali ini dihabisi di kapal penyeberangan menuju Prapat dengan diiringi lagu-lagu batak yang dinyanikan anak-anak kecil di dalam kapal dengan suara yang dahsyat sekali kerasnya. Jangan dilihat dari kualitas suaranya sih sebenarnya walaupun nggak jelek-jelek amat, lihat dari keinginan mereka mencari uang sendiri untuk mereka sekolah.


FYI, biaya buat penginapan 540 ribu untuk dua kamar deluxe dengan 2 kasur tambahan di masing-masing kamar, 95 ribu untuk penyebrangan mobil sekali jalan, 120 ribu untuk speedboat setengah jam perjalanan di air, 10 ribu untuk sewa ban bagi yang tidak pandai berenang.

10 Oktober Seharusnya

Tulisan ini seharusnya diposting 10 Oktober yang lalu karena tanggalnya bertepatan peringatan dua tahun, tapi berhubung modem sedang tidak ada kuotanya jadi saya menundanya sampai hari ini. Anggap saja ini 10 Oktober 2012 ya!

Tepat dua tahun yang lalu saya dan teman seangkatan di kampus yang belakangan tenar oleh kasus Gayus disibukkan dengan kebaya dan jas hitam. Dilingkupi bahagia bisa melewati tahun-tahun sulit sebelumnya. Kami wisuda.

Wisuda itu jembatan, begitu kata teman saya di socmed nya. Ya, wisuda itu jembatan juga buat saya, jembatan menuju dunia yang sekarang saya pijak. Dunia yang penuh dengan ketidakadilan menurut saya, penuh pembatasan disana sini.

Saya tidak pernah berpikir sebelumnya bahwa akhirnya wisuda mengantarkan saya ke keadaan seperti sekarang ini dimana saya harus bangun pagi-pagi buta untuk siap-siap mengejar absen yang sebenarnya nggak lari kemana-mana, menyelesaikan ini itu yang kadang nggak sesuai sama peraturan yang ada, menahan emosi karena rekan yang bekerja sama nggak se-ideal yang saya bayangkan, sampai mengurangi kehidupan sosial di lingkungan rumah saking berharganya hari libur dan bangun siang itu.

Tua rasanya kalau ingat tahun-tahun saya sebelum wisuda masih bisa bergadang menonton serial korea sampai pagi lagi, jalan-jalan liburan sana sini dengan kondisi dompet yang mengenaskan, dan selalu pulang kerumah dengan wajah semangat, tidak kuyu kayak tiap sore jam 5.30 belakangan ini.

Hari ini saya merasa dunia benar-benar berputar, saya sedang ditengah, belajar menerima apa yang saya hadapi sekarang. Belajar mengikhlaskan apa yang sudah saya lewati, lalu tidak lagi membanding-bandingkan.

Lalu membicarakan ini ternyata membuat saya rindu belajar di kelas, mengerjakan tugas, berpura-pura bertanya tugas padahal pengennya curhat, ketiduran sambil membaca buku kuliah. Tapi dunia saya yang saya pijak hari ini tidak mengizinkan, baru saja diterbitkan pengumuman bahwa saya dan teman seangkatan tidak boleh kuliah sebelum dua tahun lagi, dua tahun setelah pengangkatan pegawai kami. Biarlah, saya cukup rindu saja. Bukankah besarnya rindu penentu nikmatnya pertemuan? (ini kata teman saya, bagus ya?)

10 Oktober ini pun wisuda. Wisuda teman baik saya yang seharusnya sudah bersama saya dan teman seangkatan mengecap dunia yang sama sejak dua tahun lalu. Selamat wisuda, Kawan! Selamat datang di dunia ketidakwarasan yang mirip seperti perangaimu ini.